Search This Blog

My EXPERIENCE

>> 4.25.2006


TRAGEDI SAMPIT BERDARAH
Dita Aditya Putri

Sedih rasanya harus menguak kisah lama apalagi jika kisah itu begitu memilukan hati. Walaupun diri ini tidak menjadi korban, tapi… sudah cukup tragedi ini menjadi tragedi pertama dan terakhir dalam hidupku. Cerita berawal di Minggu pagi yang cerah tepatnya tanggal 18 Februari 2001, aku dan keluargaku pergi bersama dalam satu mobil. Seperti biasa, bapak mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. Sesekali beliau mengeluarkan joke-joke untuk membuat suasana lebih menyenangkan. Tujuan perjalanan kami adalah Taman Kota. Tempat di mana kami biasa melaksanakan ritual mingguan kami, yaitu jogging. Sebenarnya aku tidak begitu menyukai jogging tapi tak apalah daripada aku ditinggal sendiri di rumah. Namun ternyata Allah berkehendak lain.
Saat mobil bapak berbelok ke jalan Tjilik Riwut, sekelompok orang dengan wajah yang cukup menyeramkan berdiri di sepanjang jalan tersebut. Yang membuat kami cemas saat melihat tangan mereka menggenggam senjata tajam khas etnis M yaitu celurit. Spontan aku bertanya ada apa gerangan, tidak biasanya para pemuda dari etnis ini berkumpul di jalan Tjilik Riwut. Bapakku masih saja bisa bersikap tenang dan berkata bahwa para pemuda itu ingin melaksanakan kerja bakti sehingga mereka membawa celurit. Apa yang dikatakan bapak itu cukup masuk di akal. Karena pada umumnya masyarakat di daerahku lebih suka menggunakan celurit sebagai alat pemotong rumput. Namun hatiku tetap saja cemas apalagi saat mobil kami melintasi sudut jalan lainnya, kami melihat pasukan polisi nampak berjaga-jaga. Pikiranku langsung berkonotasi negatif dengan apa yang mereka lakukan. Namun lagi-lagi bapakku masih bisa bercanda, “Pejabat mau lewat kali, makanya polisi berjaga-jaga,” ujar beliau dengan santai. Tentu saja aku menjadi gemas dengan perkataan beliau.
Ternyata ibu sama cemasnya dengan diriku. Beliau meminta bapak untuk kembali ke rumah. Hal ini tidak disetujui oleh adikku yang saat itu masih berusia sembilan tahun. Ia memaksa kami untuk tetap pergi ke Taman Kota. Karena ia ingin mencoba otophed barunya. Tapi kuasa ibu lebih dominan dan akhirnya bapak memutar arah mobil menuju ke rumah.
Sesaat setelah tiba di rumah, tetangga kami langsung mengabarkan bahwa telah terjadi kerusuhan di dekat SMK-1. Hal ini membuatku terkejut sekaligus khawatir. Karena letak sekolah itu tak jauh dari kompleks perumahan kami, mungkin sekitar 200 meter saja. Menurut laporan tetanggaku itu, etnis M mulai memperlihatkan kekuasaan mereka. Mereka menyerang perumahan etnis D dan membakarnya. Tentu saja peristiwa ini memakan korban jiwa. Kami sekeluarga langsung berlari menuju tempat jemuran di lantai atas. Dari tempat itu kami bisa melihat api yang menyala-nyala dari sumber kebakaran. Perasaan takut merayapi hatiku. Tiba-tiba aku merasa hidupku akan berakhir. Namun kedua orangtuaku berusaha menenangkan diriku. “Kita berserah diri kepada Allah, Nak” begitulah perkataan mereka.
Hari itu aku hanya bisa tinggal di rumah. Setiap jalan menuju kompleks kami telah di-portal* oleh masyarakat agar kerusuhan tidak meluas ke pemukiman kami. Aku benar-benar merasa takut. Suasana kota Sampit begitu mencekam. Namun belum ada satu berita pun mengenai kejadian ini di televisi. Aku langsung mengutuki para pelaku kerusuhan ini. Apa mereka tidak memikirkan orang lain yang ada di sekitar kejadian? Aku pun cemas memikirkan ulangan caturwulan kedua yang tinggal menghitung hari.
***
Keesokan harinya aku bertemu dengan teman satu sekolahku yang bertempat tinggal di dekat lokasi kejadian. Rupanya dia mengevakuasi diri ke tempat keluarganya yang berada di kompleks perumahan kami. Syukurlah karena dia selamat. Dari ceritanya aku mendapat informasi bahwa etnis M ingin menjadikan kota Sampit ini sebagai Sampang* kedua. Wallahu a’lam bishawab.
Ternyata kejayaan etnis M dalam menumpas etnis D tidak berlangsung lama. Setelah beberapa hari kemudian penduduk pribumi yang berasal dari etnis D berdatangan ke kota Sampit. Tak tanggung-tanggung lagi mereka datang dalam jumlah besar dengan menumpangi truk. Ada yang mengatakan bahwa kepala suku mereka yang disebut ‘Panglima Burung’ langsung turun tangan dalam masalah ini. Rupanya warga pribumi Kalimantan Tengah ini sudah kehabisan rasa sabar dalam menghadapi ulah etnis lain yang merasa merajai daerah mereka. Entah bagaimana kejadiannya yang pasti setelah kedatangan warga pribumi itu keadaan menjadi terbalik. Rumah-rumah pemukiman warga etnis M diserang dan dibakar. Dan yang lebih menyeramkan lagi setiap warga etnis M yang ditemui langsung dibunuh dan kepalanya diambil. Astaghfirullah…siapa yang tidak merasa syerem mendengar kisah ini? Alhamdulillah aku belum pernah melihat langsung kejadian tersebut. Orangtuaku melarangku pergi keluar kompleks sehingga semua informasi mengenai kejadian ini hanya bisa kudapatkan dari tetanggaku yang menjadi sukarelawan mencari bahan-bahan pokok untuk memenuhi kebutuhan warga di kompleks perumahan kami. Beliau bercerita bahwa di sepanjang jalan kota Sampit banyak tergeletak tubuh-tubuh tak bernyawa yang tidak utuh, artinya kepala mereka sudah dipotong dan diambil. Menurut perkataan beliau kepala-kepala mereka dikumpulkan di satu tempat dan selanjutnya akan dibawa untuk upacara adat. Ya Allah…cobaan apa yang Kau timpakan pada daerah kami?
Sebenarnya tidak semua etnis M itu bersalah, tapi ada sebagian orang-orang yang sombong dengan kekuasaan mereka di kota Sampit sehingga merasa sudah memiliki Sampit seutuhnya, padahal mereka bukanlah penduduk pribumi. Akhirnya yang tak berdosa pun menjadi korban dalam kerusuhan berdarah ini. Menurut cerita orang-orang, etnis D yang datang untuk membalas dendam tersebut sebelumnya mengikuti ritual adat dalam bentuk membersihkan diri dengan air yang sudah dimantrai dengan mantra kekebalan sehingga membuat mereka mempunyai nafsu untuk membunuh. Kemudian pandangan mereka pun hanya tertuju pada orang-orang yang memiliki darah keturunan etnis M. Ada yang mengatakan bahwa dalam pandangan mereka kepala etnis M itu seperti kepala seekor sapi. Ya Allah! Tapi mereka memberi keringanan bagi orang-orang etnis M yang mau mengevakuasikan diri ke kantor pemerintah daerah. Mereka berjanji tidak akan menyentuh sedikit pun orang-orang etnis M yang mau meninggalkan tanah Habaring Hurung* ini.
Kejadian ini membuat aktivitas kota Sampit lumpuh total. Sekolah-sekolah pun diliburkan sampai situasi dan kondisi dinyatakan aman. Menhankam* pun langsung mengumumkan bahwa kota Sampit berada dalam siaga satu. Itu artinya keadaan di Sampit sudah benar-benar mengkhawatirkan. Aku hanya bisa merenungi kejadian ini sambil memperbanyak istighfar kepada Allah. Semoga kejadian ini tidak menelan banyak korban lagi. Tragedi ini pun hampir saja membuat aqidahku goyah. Kesyirikan mulai muncul dengan didasari rasa takut akan kematian. Tetangga-tetangga kami menyarankan agar kami mengikuti anjuran mereka untuk menghindari kejadian buruk sekaligus menandai bahwa rumah kami itu bukanlah pemukiman warga etnis M. Mereka menggantungkan sebuah mangkok yang berisi beras kuning dan sebutir telur mentah dengan kain berwarna merah, tak lupa daun sawang* diselipkan di kain tersebut. Ibuku yang mencemaskan keselamatan keluarga kami dengan terpaksa mengikuti anjuran ibu-ibu tetangga. Jadilah depan rumah kami dihiasi dengan gantungan aneh itu. Padahal Allah itu Maha Melindungi dan Mahaperkasa. Cukuplah Allah sebagai pelindung kita.
Ternyata peristiwa ini dijadikan ajang penjarahan bagi warga-warga di sekitar kompleks perumahan etnis M. Seperti halnya di dekat kompleks perumahanku. Di belakang perumahan kami tinggal beberapa keluarga etnis M yang sehari-harinya berkebun dan beternak sapi. Mereka pun menjadi korban kerusuhan ini, sehingga rumah beserta harta mereka tertinggal di sana. Warga sekitar kompleks kami beramai-ramai mengambili harta mereka termasuk hewan ternak mereka yaitu sapi. Sapi-sapi itu disembelih dan dagingnya dibagikan kepada seluruh warga kompleks perumahan. Tentu saja keluarga kami mendapat bagian juga. Namun ibuku bilang daging yang kami dapatkan ini tidak halal dimakan, karena dari hasil mengambil milik orang lain yang sudah tiada. Siapa yang tahu bahwa si pemilik tidak mengizinkan hartanya diambil dengan seenaknya. Akhirnya daging sapi itu kami berikan pada kucing untuk dimakan.
Hampir sebulan kejadian ini berlangsung, etnis pribumi masih terus melakukan sweeping* etnis M yang berusaha bersembunyi. Kerusuhan pun mulai meluas ke daerah sekitar kota Sampit termasuk ibukota provinsi, Palangkaraya. Etnis M yang berhasil menyelamatkan diri ke kantor Pemda segera dievakuasikan ke Surabaya dengan menggunakan kapal angkatan laut. Televisi mulai menayangkan kejadian ini namun tidak seperti kenyataannya. Di layar televisi kota Sampit nampak tenang dan bersih padahal di jalan-jalan itu masih penuh dengan tubuh-tubuh tak berkepala.
Satu persatu tetangga kami meninggalkan kompleks perumahan ke tempat yang lebih aman. Sehingga hanya tinggal beberapa kepala keluarga saja. Namun dengan adanya kejadian ini rasa kekeluargaan diantara tetangga semakin erat karena merasa senasib sepenanggungan. Memang segala sesuatu itu selalu ada hikmahnya.
Sebulan telah berlalu. Jalan-jalan di kota Sampit sudah tampak bersih. Entah siapa yang mau merelakan uang dan tenaganya untuk membersihkan tubuh-tubuh terbujur kaku yang memenuhi jalan. Seperti itulah yang tertulis di media massa. Ada seorang sukarelawan yang menawarkan uangnya kepada siapapun yang mau membantunya membersihkan jenazah-jenazah yang ada. Tak tanggung-tanggung satu jenazah dihargakan ratusan ribu. Jenazah-jenazah tersebut dibungkus dengan plastik jenazah dan langsung dikuburkan di kuburan massal yang telah dibuat oleh Pemda.
Akhirnya aku kembali ke sekolah. Bertemu dengan teman-temanku yang tak dapat menyembunyikan kegelisahan mereka saat menginjakkan kaki di halaman sekolah. Begitu pula aku. Aku masih merasa cemas dengan kejadian yang telah berlalu. Kelas kami yang biasanya ramai dengan ocehan anak-anak menjadi lengang dan hening. Beberapa bangku kosong ditinggalkan penghuninya yang sekarang entah berada di mana, apakah masih hidup atau tidak? Ya Allah… kami tak tahu siapa yang salah ataupun benar. Yang kami harapkan adalah kota Sampit yang aman, damai, dan tenang. Semoga mereka yang telah menjadi korban dalam tragedi ini mendapat tempat terbaik di sisi-Mu. Amien…

* di-portal : dihalangi dengan menggunakan kayu, drum, dan lain
sebagainya.
* Sampang : salah satu nama kota di Pulau Madura.
* Habaring Hurung : julukan untuk Kota Sampit, artinya Bergotong Royong.
* Menhankam : menteri pertahanan dan keamanan.
* daun sawang : seperti daun kamboja.
* sweeping : pembersihan

Read more...

PROSES TURUNNYA HUJAN

Dita Aditya Putri
September, Oktober, Nopember, dan Desember adalah empat bulan terakhir di penghujung tahun. Kata orang bulan yang akhirannya -ber itu biasanya bulan yang sering diguyur hujan, bener nggak sih? Hm…Sepertinya kita harus membuktikan hal itu, jangan hanya jadi rumor doank!
Well, hujan adalah suatu berkah dari Allah. Dengan adanya hujan tanaman-tanaman raksasa ataupun liliput yang ada di dunia ini bisa hidup, karena air adalah salah satu bahan untuk mengolah makanan mereka. Namun hujan pun bisa menjadi bencana bahkan musuh terutama bagi manusia. Hujan yang berlebihan bisa menyebabkan banjir dan yang pastinya sih segala aktivitas outdoor nggak bisa dilaksanain kalau hujan, ya nggak? Kalau dipikir-pikir hujan datangnya dari mana ya? Tau sih kalo dari langit tapi… apa langit mempunyai persediaan air kayak sumur gitu? Koq nggak pernah habis sih air yang ada di langit? Nah… untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut saya akan memaparkan bagaimana proses turunnya hujan. Mau pada tau nggak? Dibaca donk yang di bawah ini!
Dua per tiga dari bumi kita ini mengandung air dan sisanya adalah daratan. Air itu tersimpan dalam banyak wadah seperti samudera, lautan, sungai, danau, sampai ke bak mandi hehe… eh jangan lupa tubuh kita ini juga mengandung banyak air lho. Nah air yang ada di berbagai wadah tersebut (tapi nggak termasuk bak mandi) akan mengalami penguapan atau evaporasi dengan bantuan matahari. Oya, tak lupa juga air yang ada di daun tumbuhan ataupun permukaan tanah. Proses penguapan air dari tumbuh-tumbuhan itu dinamakan transpirasi. Kemudian uap-uap air tersebut akan mengalami proses kondensasi atau pemadatan yang akhirnya menjadi awan. Awan-awan itu akan bergerak ke tempat yang berbeda dengan bantuan hembusan angin baik secara vertikal maupun horizontal. Gerakan angin vertikal ke atas menyebabkan awan bergumpal. Gerakan angin tersebut menyebabkan gumpalan awan semakin membesar dan saling bertindih-tindih. Akhirnya gumpalan awan berhasil mencapai atmosfir yang bersuhu lebih dingin. Di sinilah butiran-butiran air dan es mulai terbentuk. Lama-kelamaan angin tidak dapat lagi menopang beratnya awan dan akhirnya awan yang sudah berisi air ini mengalami presipitasi atau proses jatuhnya hujan air, hujan es dan sebagainya ke bumi. Nah, seperti itulah proses terjadinya hujan. Udah pada ngerti kan!
Trus hubungannya dengan bulan yang akhirannya –ber apa? Oh iya, hampir saja lupa. Menurut ilmu Geografi, musim di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu musim hujan dan musim kemarau. Setiap musim berlangsung selama enam bulan (kayak semesteran aja nih). Musim kemarau terjadi pada bulan April sampai September. Sedangkan musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai Maret. Berhubung diantara bulan Oktober-Maret itu adalah Nopember, Desember, Januari dan Februari sehingga banyak orang yang mengatakan bulan yang akhiran –ber itu adalah bulan musim penghujan. Nah, teman-teman sudah tidak penasaran lagi kan mengapa orang-orang banyak yang berkata demikian seputar musim penghujan. So, kalau ada yang belum tahu mengenai hujan, kalianlah yang wajib menjelaskannya.
Ternyata, proses terjadinya hujan ini bersumber dari Al-Quran. Subhanallah, memang benar ya kalau Al-Quran itu adalah sumber pengetahuan kita. Makanya kita jangan pernah ragu ataupun malas untuk mengkaji Al-Quran. Siapa tahu jadi tambah pintar, ya nggak? Daripada kalian semakin penasaran dengan pernyataan saya bagaimana kalau kalian teruskan saja kegiatan membaca tulisan saya ini. Karena saya mengutip beberapa ayat mengenai proses terjadinya hujan seperti di bawah ini:
"Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka, apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira" (Al Qur'an, 30:48)
"Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (Al Qur'an, 24:43)
"Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit maka diaturNya menjadi sumber-sumber di bumi kemudian ditumbuhkanNya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikanNya hancur berderai-derai." (Al Qur’an, 39:21)
Bagaimana? Saya yakin ilmu pengetahuan kita menjadi bertambah setelah membaca ayat-ayat tersebut dan yang pasti keimanan kita pun semakin bertambah karena tak ada keraguan lagi bahwa Allah-lah Tuhan Yang Maha Pencipta.
“Aku koq nggak diceritain sih, aku kan penting juga neng!!” protes petir. Ya Allah… Maaf Kang Petir saya lupa.
Nah teman-teman, kalian pasti ingat kan dengan petir, halilintar, kilat atau apa deh namanya, yang pastinya kehadiran mereka ini membuat jantung kita berdetak lebih keras dan refleks kita langsung menutup telinga kita, ya kan! Memang sih mereka nampak seperti pemeran antagonis dalam sebuah film berjudul hujan. Tapi tenang aja, mereka nggak jahat koq cuman berbahaya bagi kita. Makanya kalau lagi hujan jangan di luar rumah apalagi berada di bawah pohon atau tiang listrik. Karena biasanya petir doyan banget menggoda benda-benda tinggi kayak gitu. Mengapa mereka harus ada dan bagaimana proses terjadinya mereka? Well, saat terjadi hujan, awan yang mengandung air tidak hanya satu aja tetapi lebih dari satu. Seperti yang sudah saya paparkan di atas. Awan-awan tersebut mengalami penggumpalan secara terus-menerus. Biasanya petir itu muncul dari awan yang tengah membesar menuju awan badai atau cumulonimbus. Saking besarnya sampai-sampai ketika petir itu melesat, tubuh awan akan menjadi terang. Petir yang melesat ini membelah udara dengan cepat. Rata-rata kecepatan sambarannya 150.000 km/detik. Wuih…cepat banget yach! Oleh karena itulah saat petir melesat kita sering mendengar bunyi menggelegar. Bunyi petir datangya lebih lambat dari cahaya dikarenakan partikel udara tidak tersusun teratur sehingga perambatan bunyi melalui udara berjalan lambat. Menurut sumber yang saya dapat awan-awan yang menyebabkan petir ini biasanya muncul pada musim penghujan. Makanya hati-hati ya!
Hujan dan petir adalah misteri alam yang sudah terkuak dengan datangnya Al-Quran. Namun manusia masih belum merasa puas tanpa eksperimen-eksperimen yang jelas. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika kita turut serta dalam mempelajari fenomena alam ini. Insya Allah, pengetahuan akan semakin bertambah dan keimanan pun semakin kokoh dengan mempelajari ciptaan Allah. Nikmat Allah mana yang dapat kita dustakan. Wallahu a’lam bishawab.

BIBLIOGRAFI
http://www.google.com/ (keyword: proses terjadinya hujan dan petir)

Read more...

AUW KECOAK!
Dita Aditya Putri
Begitu menjijikkannya engkau
Berlari-lari di tepian kamarku
Seakan menyerukan perang denganku
Kecoak…
Kau mulai tertawa
Merasa menang mendengar jeritanku
Tak tahukah engkau
Aku ini makhluk paling sempurna
Dengan gagahnya kau berdiri di depan sedadumu
Begitu sombongnya engkau dengan tubuhmu yang tak sebanding bahkan dengan kakiku
Apa kau menantangku?
Kecoak…
Tak ada ampun lagi untukmu
Kesabaranku telah habis
Inilah pembalasanku
SSSSTTTTTT…
Mati kau…dengan semprotan pembasmi seranggaku

Read more...

FOTO2

>> 4.22.2006


Indahnya sang Fajar
Foto ini aku ambil ketika jam 05.00 PM, cool banget gaK? wuih... Subhanallah.... memang indahnya dunia ini....










Yang ini waktunya hampir bersamaan, wah... sungguh luar biasa alam semesta...

Read more...

KEMBALILAH SAHABAT

>> 4.18.2006

Dita Aditya Putri

Langkahku terasa mantap saat menapaki jalan berpasir menuju sekolah baruku. Seragam yang masih bau pabrik inipun kukenakan dengan perasaan penuh bangga, tak lupa kulirik tanda sekolahku yang sangat mencolok dengan warna pink. Ya, hari ini adalah hari pertamaku memasuki gerbang ini dengan satu tujuan yaitu mendapatkan ilmu pengetahuan. Kenangan masa SMP terkenang kembali saat aku melihat jejeran sepeda di tempat parkir. Namun kenangan itu langsung menghilang saat mataku beralih pada barisan sepeda motor yang rupanya lebih mendominasi. Aku terus merekam memori pertamaku ini. Namun keasyikanku terhenti saat sepotong tangan jahil menepuk pundakku dengan cukup keras.
“Woi, ngelamun aja!” Tegurnya dari belakang.
Langkahnya langsung dipercepat menyamakan dengan langkahku.
“Apaan sih, pagi-pagi udah bikin kaget aja!” Protesku segera.
“Ngomong-ngomong kelas kita dimana ya?”Selorohnya cuek.
“Payah, kelas sendiri ngga tau!” Ledekku seraya mencibir.
Cecunguk yang mengagetkan jantungku pagi ini adalah teman baruku, teman yang baru saja kukenal saat masa orientasi siswa. Sebenarnya aku kurang merasa nyaman dengan sikapnya yang sok kenal sok dekat. Tapi tak apalah karena aku tak ada pilihan lagi selain menerimanya menjadi teman mungkin sahabatku. Oya namanya Juni, seperti nama bulan keenam dalam satu tahun. Nama yang sangat simpel dan juga mudah diingat. Perawakannya yang kurus tinggi, rambut lurus yang selalu dibelah tengah dan juga kulit yang putih bersih maklumlah dia kan asli Dayak.
Kami terus berjalan sampai tiba di kelas satu ruang satu yang berstatus sementara ini. Mengapa disebut sementara karena kelasku ini sebenarnya adalah laboratorium Biologi. Namun karena jumlah siswa yang diterima lebih banyak dari kapasitas kelas sehingga siswa baru seperti kami ini dengan berat hati merelakan diri untuk belajar di laboratorium.
Tepat pukul 06.30 bel berbunyi, kami segera memasuki kelas, maklumlah siswa baru masih rajin. Aku yang sedari tadi belum memasuki kelas menjadi kebingungan saat mencari bangku, nampaknya semua bangku sudah ditempati anak baru. Aku hanya berdiri memandangi mereka. Namun lagi-lagi cowok sok kenal sok dekat itu memanggilku.
“Hai Aga, kenapa berdiri aja? Mau jadi patung selamat datang…cepat ke sini duduk di sebelahku!”
Aku tercengang melihatnya. Hatiku mengumpat pelan “Pede banget tu anak, emangnya aku mau duduk sebangku dengan dia apa?”
Namun setelah aku berkeliling mencari bangku kosong tak satupun yang masih tersisa. Dengan langkah terpaksa aku mendatangi bangku Juni yang berada di depan.
“Nah gitu donk Ga, cepat duduk di sini, sebentar lagi pelajaran pertama dimulai.” Ucapnya sambil menggeser bangku agak ke belakang agar aku bisa duduk.
“Thanks.” Jawabku pelan.
Pelajaran pertama kulalui dengan penuh semangat walaupun perasaanku agak kurang nyaman duduk di sebelah cowok ceriwis ini. Setelah bel pulang berbunyi aku segera merapikan bukuku dan segera meninggalkan kelas. Namun Juni mencegah langkahku dengan panggilan berisiknya.
“Ga, kamu mau kemana?” Tanyanya.
“Ya pulanglah, kemana lagi!” Jawabku ketus.
“Oh…ya udah sampai jumpa besok.” Ucapnya sembari melambaikan tangan.
Aku tak menjawab ataupun membalas lambaian tangannya. Aku langsung berpaling dan meneruskan langkah.
Cuek dan tidak peduli itulah sifatku. Entah mengapa aku tidak suka berteman dengan banyak orang apalagi kalau orang itu sifatnya kayak si Juni yang bawel abis. Selama aku hidup di dunia ini aku hanya memiliki tiga orang sahabat yang menurutku sangat setia. Mereka adalah Dede, Alvin, dan Aan. Sejak taman kanak-kanak hingga SMP kami selalu bersama namun saat SMA ayahku dipindahtugaskan oleh kantornya ke kota Sampit sehingga dengan berat hati aku mesti meninggalkan mereka. Tiga sahabatku itu begitu pengertian dengan sifatku yang cenderung moody. Aku bertindak sesuka hati, apabila aku ingin marah aku bisa melampiaskan amarahku dengan siapapun, dengan adanya ketiga sahabatku itu sifat moodyku ini bisa disalurkan ke tempat yang tepat yaitu kepada mereka. Mereka akan dengan senang hati menerima semua cacian bahkan pukulan apabila emosiku sedang di luar batas. Namun sekarang, entahlah, siapa yang bisa menjadi perisai yang mampu meredam syndrome ajaib yang kumiliki ini. Untunglah sejauh ini aku belum menunjukkan gejala-gejala aneh kepada teman-teman baruku.
***
Pagi yang cerah kembali menyapaku. Dengan hati riang aku kembali menelusuri jalan berpasir menuju SMAN-2 Sampit. Hari ini aku akan mempresentasikan makalah Biologi yang baru saja kurampungkan tadi malam bersama Juni. Aduh, mengapa akhir-akhir ini aku jadi lebih akrab dengan tu anak ya? Padahal aku tidak menyukainya. Masa bodoh lah! Yang penting dia bisa diajak kerja sama dalam membuat tugas, why not?!
Senyum sumringah terpasang di wajah Juni saat aku berjalan menghampirinya.
“Sudah selesai diketik kan Ga?” Tanyanya segera.
“Beres Jun,” jawabku singkat.
“Sini liat dulu, kali aja ada kata-kata yang salah ketik.” Ucapnya seraya merebut makalah yang sudah kujilid dengan rapi.
“Sialan!” Cercaku.
Itulah salah satu sifat Juni yang kurang kusuka. Dia selalu meremehkan hasil pekerjaanku. Sebenarnya aku ingin menonjok mukanya namun ada perasaan enggan dan juga kasihan. Sepertinya aku mulai terpengaruh dengan pergaulan Juni yang cukup friendly dengan teman-teman di kelas. Walaupun sikapku yang terkesan berhati-hati masih belum menghilang sepenuhnya.

Akhirnya presentasi selesai dengan iringan tepuk tangan anak-anak di kelas. Ibu Zubaidah, guru Biologi kami memberikan pujian atas presentasi kami yang cukup menarik sehingga mendapatkan antusias anak-anak lain. Dengan besar kepala Juni mengatakan bahwa presentasi ini berhasil berkat kepiawaiannya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan para peserta, padahal yang membuat konsep untuk menjawab pertanyaan itu adalah aku, sedangkan dia hanya menguraikan garis besar yang telah ku tulis. Whatever lah aku tidak peduli dengan ocehannya yang selangit. Yang penting sekarang aku bisa bernafas lega.
Pelajaran kedua dimulai, Pak Toyib guru Fisikaku yang mirip Osama bin Laden ini langsung mentitahkan tugas berkelompok membahas bab empat. Secara kebetulan aku tergabung dengan Juni dan dua temannya yang ngakunya sih bernama Abas dan Khairil. Diskusi itu berjalan dengan lancar dan cukup santai. Abas dan Khairil ternyata cukup menyenangkan untuk diajak berbicara. Sedari tadi mereka mengeluarkan lelucon yang garing namun lucu.
***
Berawal dari diskusi Fisika, temanku bertambah dua. Kebiasaanku menyendiri mulai berubah. Aku lebih sering berkumpul dengan Juni, Khairil, dan Abas. Akhir-akhir inipun mereka sering ke rumahku, entah untuk belajar bersama ataupun hanya untuk menggangguku. Kadang-kadang aku merasa ketenanganku terusik namun ada sudut batinku yang terisi dengan kehadiran mereka.

Pagi yang cerah di hari selasa, Juni sudah memarkirkan sepedanya di halaman rumahku. Aku yang masih setengah sadar sehabis pintu kamarku digedor ibu buru-buru keluar menyambut kedatangannya.
“Pagi amat Jun, nggak biasanya,” tanyaku.
“Sengaja Ga,” jawabnya.
“Sengaja?” Tanyaku heran.
“Sengaja pengen ikut sarapan hehe...” Ia tersipu.
“Dasar! Emangnya rumahku restoran siap saji apa!” Umpatku pelan.
Tiba-tiba imajinasiku melukiskan Juni sedang memesan makanan di sebuah restoran dan aku sebagai pelayannya “Mas, nasi goreng satu dan minumnya es teh ya nggak pake lama”.
“Oi, cepetan mandi sana! Biar cepat juga sarapannya!” Tegur Juni membuat imajinasiku buyar.
“Ya, dasar kecoak bengis!” Hardikku.
“Kecoak??? Kamu tuh yang amoeba, lelet banget jam segini belum mandi!”
Aku segera menjitak kepalanya namun dengan gesit ia menghindar.
“Hei, hei, pagi-pagi udah ribut, Aga cepetan mandi sana!” Tegur bapak yang juga akan berangkat ke kantor pagi itu. Aku segera berlari ke kamar mandi namun sebelumnya aku berhasil mendaratkan satu pukulan di pantat Juni.
Setelah ritual mandi pagi yang tidak menjadi favoritku, aku segera mendaratkan tubuh di kursi meja makan. Rupanya cecunguk itu sudah sedari tadi bersemayam di kursi sebelahku. Ibuku tercinta datang membawa piring-piring yang terisi dengan nasi goreng. Mmm… baunya enak nih…(jangan ngiler yach!)
Ternyata jam sudah menunjukkan pukul 06.25, aku mengomeli Juni karena dia terlalu lama nongkrong di kamar mandi sehingga kami terpaksa berlari-lari menuju sekolah yang cuma berjarak 200 meter dari rumahku. Saat kami melewati pos ronda yang berada di persimpangan jalan, kami bertemu dengan sekawanan angsa yang sedang mendendangkan lagu kebangsaannya. Bulu kudukku langsung berdiri mengisyaratkan ketakutan.
“Tenang, calm down, berjalan pelan, kalo dikejar baru lari.” Aku berkomat-kamit sendiri.
“Asyik ada angsa!” Seru Juni yang membuatku kaget. Apalagi saat melihat dia berlari mengejar kawanan angsa yang otomatis menghindar sambil berteriak-teriak minta tolong.
“Angsa yang malang.” Ucapku dalam hati.
Sekilas aku menatap arloji di tangan. Mataku langsung terbelalak.
“Wa, jam setengah tujuh lewat!!!” Teriakku panik. Aku langsung berlari secepat mungkin untuk mencapai gerbang sekolah yang mulai ditutup oleh penjaga sekolah. Ternyata kecepatanku berlari tak membuahkan hasil baik. Penjaga sekolah yang bermuka menyeramkan itu langsung menyuruhku mengikutinya. Ternyata di sana sudah berdiri Juni dengan muka tertunduk. “Ngapain menunduk segala? Angkat mukamu dan katakan kalo kamu yang menyebabkan semua ini!” Omelku dalam hati.
Setelah kami mendapat hukuman mengambil sampah yang berserakan di halaman sekolah, kami diizinkan ke kelas. Sepanjang perjalanan menuju kelas aku tidak menyapa Juni, aku benar-benar kesal dengannya. Seandainya dia bukan teman dekatku sudang kucincang dari tadi. Imajinasiku kembali muncul. Juni kubaringkan di atas talenan besar, aku mulai mengasah samuraiku sampai mengkilat. Aku menebas tanaman yang ada di sekitarku mencoba ketajamannya. Kemudian aku segera mengarahkannya pada Juni dan…
“Oi, sakit tau!” Kudengar Juni mengaduh.
Rupanya aku memukulkan penggaris besiku pada kepalanya.
“Sorry, sengaja.” Tukasku enteng.
“Dasar kejam!” Balasnya.
Rupanya perseteruan kami belum berakhir sampai di situ. Sampai di kelas kami langsung mendapat sorakan teman-teman karena datang terlambat. Untunglah Bu Sarniah guru Bahasa Inggrisku yang cantik dan baik itu tidak memberi hukuman tambahan atas keterlambatan kami maklumlah aku kan tetangga beliau hehe…
“Aduh, banyak banget sih sampah di bawah meja kita, sampah kamu kali Ga!” Omel Juni saat tiba di bangku. Dia langsung menendang sampah-sampah itu ke bawah mejaku. Tentu saja aku tidak membiarkan perbuatan tak bermoralnya itu.
“Enak aja, kamu tuh yang jorok!” Balasku seraya menendang kembali sampah-sampah itu.
Dalam beberapa menit kami terus menendangi sampah-sampah itu sampai Indah, salah satu temanku yang duduk di belakang bangku kami menegur.
“Jun, Ga, kalian mencium bau aneh ga?” Tanyanya serius.
“Bau aneh?” Tanya kami bersama.
“Kayak bau kotoran unggas, ya nggak?” Ucapnya lagi.
Kami langsung mengonsentrasikan hidung kami untuk meradar bau yang dimaksudkan Indah itu. Indra penciumanku yang lebih peka langsung menangkap bau itu dan mataku langsung mengarah ke bawah meja.
“Jun, apaan tu hijau-hijau di bawah?” Tanyaku pelan.
Juni segera menatap ke arah yang kutunjuk.
“Emang apaan?” Tanyanya lagi sembari menunduk ke bawah. “Ih, rupanya kita nggak nyadar kalo dari tadi nendangin kotoran angsa.” Tukasnya segera.
“Kotoran angsa?” Heranku.
Aku langsung membalik sepatuku melihat apakah ada something bad di sana dan ternyata…
“Wa!!!” Teriakku histeris.
Anak-anak di kelas langsung mengalihkan perhatian dari Ibu Sarniah kepadaku.
“Ada apa Aga?” Tanya Bu Sarniah lembut.
“Anu bu, saya minta izin ke toilet sebentar” sebuah kebohongan kulakukan untuk menutupi aib yang telah terjadi. Aku segera berjalan keluar kelas diikuti dengan Juni yang rupanya ikut menjadi korban.
Kami menggesek-gesekkan sepatu kami sebersih mungkin di rumput. Aku terus menyalahkan Juni atas peristiwa memalukan ini. Juni yang kelihatannya kesal dengan omelan panjangku tiba-tiba meninjak kakiku dengan keras padahal sepatunya belum bersih dari kotoran angsa.
“Auw!” Jeritku.
Saat kulihat kotoran angsa itu bertambah di sepatuku aku langsung bungkam dan segera berlari meninggalkan Juni. Juni memanggilku namun aku tak menoleh sedikitpun.
Saat jam istirahat aku memutuskan untuk tinggal di kelas. Juni mengajakku ke kantin favorit kami namun aku segera menolak sambil memasang muka masam.
“Aduh, imut banget sih muka kamu pas lagi cemberut gitu.” Godanya yang tidak kugubris.
Saat sosok Juni sudah menghilang dari balik pintu kelas, aku segera mengambil tasnya dari laci meja dan melarikannya ke perpustakaan. Rencana jahatku ini sudah kusimpan sedari tadi. Aku ingin membalas perlakuan Juni yang membuatku benar-benar marah.
Bel kembali berbunyi. Anak-anak segera masuk ke dalam kelas begitu juga Juni. Ia bersiul-siul riang karena perutnya yang rata itu sudah terisi dengan pisang goreng kesukaannya.
“Hallo Mr.Aga yang lagi ngambek, nggak nyesel nih nggak pergi ke kantin?” Tanyanya dengan tatapan meremehkan.
“NGGAK!” Jawabku kasar.
Dia diam mendengarkan jawabanku.
Selama pelajaran kedua itu aku dan Juni tidak berkomunikasi sedikit pun. Tampaknya dia juga marah kepadaku. “Biarin, emang gue pikirin!” Batinku cuek.
Saat Pak Agung, guru matematika kami menuliskan soal untuk dikerjakan aku segera mengambil buku dan pulpen dari dalam tas. Kulihat Juni meraba-raba sesuatu di bawah lacinya namun seperti dugaanku dia tak menemukan apa-apa. “Rasakan pembalasanku!” Batinku lagi. Ia sampai menundukkan kepala untuk memastikan keberadaan tasnya yang tiada. Raut wajahnya menunjukkan kepanikan namun aku tidak mencoba untuk menegurnya.
“Ga, kamu ngelihat tasku nggak? Perasaan kutaroh di laci deh… koq nggak ada ya?” Tanyanya panik.
“Tau deh…” jawabku cuek.
“Jangan-jangan kamu yang menyembunyikan tasku!” Tuduhnya segera.
Aku menatapnya tajam. “Jangan sembarangan menuduh ya!!” Hardikku.
Dia tidak membalas ucapanku. Dia kembali diam namun raut mukanya benar-benar menunjukkan kemarahan.
Pak Agung berkeliling melihat pekerjaan kami. Saat tiba di mejaku bapak langsung tersenyum. “Bagus sekali Aga, kamu cepat mengerti ya,” puji beliau yang membuatku tersipu. Perhatian beliau beralih pada Juni yang diam terpaku.
“Jun, kamu udah selesai? Dari tadi bapak lihat kamu tidak menulis apa-apa.” Tanya beliau.
“Belum pa,” jawabnya pelan.
Tiba-tiba aku merasa iba dengan Juni. Gara-gara kejahilanku Juni mendapat teguran dari Pak Agung. Padahal biasanya kami berdua selalu mendapat pujian dari beliau. Aku langsung memutuskan untuk mengembalikan tas Juni pada jam terakhir nanti dan juga meminta maaf.
Namun takdir baik tidak berpihak padaku. Saat aku ingin mengambil tas Juni di perpustakaan, pintu perpustakaan telah terkunci. Aku langsung memutar otak harus berbuat apa. Kuputuskan pergi ke kantor guru untuk mencari petugas perpustakaan dan meminta beliau membuka pintu perpustakaan. Syukurlah saat tiba di kantor aku melihat petugas perpustakaan yang kucari dan segera menghampiri beliau.
“Pak, bisa minta bantuannya?” Tanyaku segera.
“Aga ya? Apa yang bapak bisa Bantu Ga?” Tanya beliau balik.
“Begini pak, tadi kan saya ke perpustakaan, karena buru-buru mau ke kelas tas saya tertinggal di sana. Sekarang saya mau mengambil tas saya tersebut karena jika tidak saya tidak bisa menulis.” Tuturku panjang.
“Baiklah kalau memang begitu kejadiannya, ayo ikut bapak ke perpus”
Akhirnya tas Juni berhasil kuambil kembali namun saat kembali ke kelas aku tak menemukan sosok Juni. Aku duduk sendiri di bangkuku sampai pelajaran berakhir dan bel panjang dibunyikan. Aku melangkah gontai sambil mengutuki diri sendiri atas kejadian ini. Langkahku terhenti karena tubuh kurus Abas mencegatku di depan pintu kelas.
“Ga, Juni kenapa tuh? Kayaknya dia marah deh... apa yang kamu lakukan padanya?”Abas memberondongku dengan pertanyaan.
Aku langsung menjelaskan kronologis kejadiannya pada Abas. Abas mendengarkan ceritaku sambil manggut-manggut entah mengerti apa nggak.
“Nih, tas Juni, tolong bilangin ke dia aku minta maaf.” Selorohku lesu.
Abas menerima tas Juni dan pamit kepadaku untuk pulang lebih dulu.

Ternyata kata maafku tidak diterima Juni. Keesokan harinya ia tidak menegurku. Akupun tidak mencoba untuk menegurnya lebih dulu. Ada perasaan gengsi yang menyergapku. Pada akhirnya kami hanya diam membisu saat duduk bersebelahan di kelas. Abas dan Khairil yang mengetahui kejadian ini hanya bisa prihatin dengan keadaan kami. Mereka sudah berusaha sekuat tenaga membujuk kami untuk berdamai tapi tak ada satupun yang mau mengalah baik aku maupun Juni. Sifat angkuhku kembali muncul saat menghadapi masalah ini. Aku kembali menjadi sosok yang tidak dikenal dan lebih suka menyendiri. Abas dan Khairil akhirnya pasrah dengan kelakukan kami ini. Mereka memilih untuk diam dan tidak berada di pihak siapapun.
***
Sekarang aku sudah berada di kelas tiga. Tak terasa sudah setahun lebih aku dan Juni tidak saling bertegur sapa. Terkadang aku merasa bersalah kepadanya dan terutama pada Allah. Bukankah sesama umat Islam dilarang tidak bertegur sapa lebih dari tiga hari. Sedangkan yang terjadi padaku sudah lebih dari tiga hari bahkan setahun. Astaghfirullah... aku harus bertindak! Jika tidak dosa-dosaku akan terus bertumpuk. Bagaimana jika hari ini adalah hari terakhirku hidup di bumi? Akankah perang dingin ini kubawa sampai mati? Oh no! Aku harus berdamai dengan Juni!
Aku terpaku diam di teras rumah melamunkan masa-masa indah persahabatanku dengan Juni, Khairil dan Abas. Biasanya siang-siang seperti ini Juni masih berada di rumahku menyantap makan siang bersamaku. Kemudian aku akan mengiringinya pulang dengan motorku, supaya dia tidak tertinggal sebelah tangannya kutarik sehingga dia tak perlu capek-capek mengayuh sepedanya. Lain lagi halnya dengan Abas, apabila aku berkunjung ke rumahnya dan saat aku akan pulang, dia tidak mengizinkanku pulang sendiri, dia segera mengambil motornya dan mengantarku pulang sampai tiba di depan rumah. Padahal aku membawa motor sendiri namun dia selalu mengantarku dengan motornya. Mendengar kebiasaan Abas yang selalu mengantarku pulang, Juni pun ingin melakukan hal yang sama terhadapku saat aku berkunjung ke rumahnya. Namun dia tak mempunyai kendaraan bermotor sehingga sesaat sebelum aku berpamitan pulang dia segera berlari ke rumah Abas untuk memintanya mengantarku. Hal ini membuatku terharu, begitu sayangnya mereka kepadaku sampai rela mengorbankan waktu untuk menemaniku pulang padahal aku kan sudah besar dan bisa pulang sendiri.
“Ga,” panggilan seseorang menghapus bayangan Juni dan Abas dari benakku.
Aku segera mengalihkan perhatian padanya.
“Dedy,” sapaku.
Dedy adalah teman dekatku sekarang dan juga tetanggaku, letak rumahnya tak jauh dari rumahku. Semenjak kelas dua aku sudah sekelas dengannya. Karena pada waktu itu aku tidak mempunyai teman dekat, dia mengajakku duduk sebangku dan aku menerimanya. Dari situlah persahabatan kami berawal yang akhirnya terus berjalan sampai kami duduk di bangku kelas tiga IPA tiga. Namun bukan berarti aku tidak mengikuti berita mantan teman-teman dekatku. Aku tahu bahwa Abas dan Khairil memilih jurusan IPA juga namun sayangnya dia tidak sekelas denganku dan kudengar dari Abas, Juni memilih jurusan IPS.
“What’s going on with you?” Tanya Dedy.
“Ah nggak Ded, pengen ngelamun aja,” jawabku segera.
“Nggak mau nyeritain nih...”
“Bukan begitu”
“Kalo gitu ceritain donk!”
“Di sini dilarang pemaksaan!”
Aku terus mengelak namun akhirnya aku menceritakan juga permasalahan yang selama ini bersemayam dalam pikiranku juga batinku. Namun setelah aku menuturkan masalahku, bukannya solusi yang keluar dari mulut Dedy. Justru ia tertawa terbahak-bahak sampai mengeluarkan air mata. Aku menyesal menceritakan masalahku ini. Seandainya tahu sambutan Dedy seperti ini lebih baik aku diam saja. Dedy menyadari ketidaksukaanku atas tanggapannya. Dia buru-buru menghentikan tawanya dan meminta maaf padaku.
“Sorry Ga, bukannya aku pengen meledek kamu tapi swear cerita kamu tu lucu banget tauk! Masa cuma gara-gara kotoran angsa kalian jadi musuhan? Childish banget nggak sih!” Serunya.
Aku berusaha untuk mencerna ucapannya.
“Bagus-bagus, sekarang gorila udah jadi raja dan dengan seenaknya menertawakan aib yang telah lama kupendam tapi bener juga ya kata gorila bawel ini, apa yang kami lakukan itu benar-benar kekanakan terutama aku, aduh aku jadi nyesal banget.” Batinku berkata.
“Lalu, aku harus gimana donk Ded?” Tanyaku.
“Ya kamu cepet aja datangin Juni, kita udah kelas tiga lho... kalo ditunda-tunda terus kapan lagi kalian akan ketemu? Lagian kamu kan berencana kuliah di Surabaya bisa nggak ketemu untuk waktu yang lama deh.” Saran Dedy yang kutanggapi dengan anggukan kepala.

Rumah Juni hanya tinggal beberapa langkah dari tempatku berada. Aku telah memutuskan untuk meminta maaf lebih dulu. Namun ada sedikit keraguan dalam hatiku, aku takut apabila ternyata Juni masih belum membuka pintu hatinya untuk memaafkanku. Aku sedikit ragu. Rasanya ingin kembali meraih motorku dan kembali ke rumah. Tapi ada suara yang berbisik di telingaku.
“Ayo, apa yang membuat kamu ragu lagi? Bukankah dia sahabatmu? Segera ketuk pintu rumahnya dan ucapkanlah bahwa dia adalah sahabat terbaik yang pernah kau miliki.” Suara itu berujar.
Dengan mengucapkan basmalah aku berjalan selangkah demi selangkah melintasi halaman rumah Juni. Saat tiba di depan pintu rumahnya aku diam sesaat mencari kosakata yang bagus untuk memulai pembicaraan kami setelah setahun lebih tidak pernah berkomunikasi lagi. Kemudian aku mengetuk pintu rumahnya dengan pelan. Hening sesaat kurasakan. Tak ada jawaban dari dalam. Keringat dingin mulai menetes di keningku. Ada perasaan kecewa merayapi perasaanku. Namun ketukanku terjawab saat pintu rumah itu terbuka perlahan dan kutemukan sosok yang kunantikan berdiri di hadapanku. Ia terbelalak kaget melihat siapa yang telah hadir di rumahnya. Tak tahu harus berbuat apa dia hanya diam terpaku menatapku.
“Hai Juni,” sapaku kaku.
“Hai Aga,” balasnya dengan kikuk.
“Boleh aku masuk?” Tanyaku segera.
“Eh, tentu, silahkan masuk.” Ucapnya terbata-bata.
Juni mempersilahkan aku duduk dan minta izin untuk pergi ke dapur membuatkan minuman. Namun aku segera mencegahnya.
“Tidak usah Jun, aku tidak akan lama, ada yang ingin aku katakan,” ucapku segera.
Juni menempatkan dirinya di sebelahku.
“Apa yang ingin kamu katakan?” Tanyanya pelan.
“Aku... sebenarnya aku ke sini... karena ingin meminta maaf padamu,” ucapku. “Aku merasa bersalah atas kejadian setahun yang lalu dan ku akui itu memang salahku. Aku memang egois Jun, aku terbawa emosi saat itu dan mencoba untuk membalas perbuatanmu, namun sejujurnya aku tidak sepenuhnya merasa bersalah atas kejadian itu karena aku merasa kamulah yang memulainya, tapi aku juga tidak bisa melupakan persahabatan kita, karena kamu, Abas dan Khairil telah membawa perubahan yang berarti dalam hidupku, aku benar-benar menyesal atas apa yang telah terjadi dan sekarang aku memintamu kembali untuk menjadi sahabatku, kembalilah Jun... kumohon...”
Juni tak menjawab permintaanku. Dia hanya menatap ke dalam mataku seperti mencari-cari sebuah ketulusan. Aku tertunduk seketika dan membisu. Beberapa saat kemudian aku menengadahkan kepalaku kembali dan saat itu kulihat ada cairan bening keluar dari sudut matanya. Hal ini membuatku terkejut.
“Kenapa kamu menangis Jun? Apa kata-kataku salah?” Tanyaku segera.
“Tidak... tidak ada yang salah dengan kata-katamu... tapi... aku tidak menyangka seseorang sepertimu bisa berbuat seperti ini... ternyata kamu adalah teman yang baik... aku menyesal telah menyalakan api permusuhan diantara kita”
Tiba-tiba Juni memelukku dengan hangat sembari terisak. Mataku mulai berkaca-kaca tapi aku berusaha membendungnya saat teringat suatu nasihat yang mungkin telah ada sejak zaman phitecantrophus erectus, bahwa hal yang paling memalukan bagi laki-laki adalah menangis.
Dalam pelukan Juni aku membisikkan sesuatu.
“Maafkan aku... kecoak bengis.”
“Sama-sama amoeba.” Balasnya dan derai tawa kami pun mengawali kembalinya persahabatan kami.
*THE END*

Bandung, 11 Maret 2006
Thanks to my husband for your ideas.

Read more...

Berapa Besar Ukuran Alam Semesta?

>> 4.17.2006


Dikutip dan dikembangakan dari buku Tell Me Why #1 halaman 1 dan 2
Pikiran manusia tidak mungikin dapat memahami gambaran yang sesungguhnya tentang ukuran alam semesta. Kita bukan hanya tidak mengetahui berapa besar ukurannya, juga sulit untuk membayangkan seberapa besarnya alam semesta ini.
Jika kita mulai dari bumi dan bergerak,kita akan mengetahui mengapa hal itu demikian.
Bumi adalah bagian dari tata surya, tetapi merupakan bagian yang sangat kecil. Tatasurya terdiri dari matahari planet-planet yang mengelilingi matahari, asteroid-asteroid,yang merupakan planet yang sangat kecil,dan meteor-meteor.
Sekarang, keseluruhan tatasurya kita ini semata-mata adalah bagian yang sangat kecil dari tatasurya lain yang jauh lebih besar yang dinamakan “galaksi” .Sebuah galaksi tersusun dan terdiri dari jutaan bintang, yang banyak diantaranya jauh lebih besar dari matahari kita, dan mungkin mempunyai tatasurya sendiri.
Jadi bintang-bintang yang kita lihat dalam galaksi kita, yang kuta namakan “Bimasakati” semuanya adlah matahari. Bintang-bintang itu demikian jauh letaknya sehingga jaraknya diukur dalam tahun cahaya dan bukannya dalam mil atau kilometer. Cahaya bergerak dengan kecepatan kira-kira 6.000.000.000.000 mil(9.656.064.000.000 Km) pertahun.Bintang yang paling terang cemerlang dan paling dekat dengan bumi letaknya adalah Alpha Centauri .Tahukah kamu berapa jaraknya? 25.000.000.000.000 mil!(40.233.600.000.000 Km).
Tetapi kita hanya membicarakan tentang galaksi kita sendiri. Kononlebarnya kira-kira 100.000 tahun cahaya ini berarti 100.000 kali 6.000.000.000.000mil!(9.656.064.000.000 Km) Dan galasi kita hanyalah bagian yang sangat kecil dari sistem yang masih leboh besar.
Kemungkinan besar ada jutaan galaksi di luar galaksi Bimasakti.dan munkin gabungan dari semua galaksi ini hanya merupakan sebagian dari tata surya yang lebih besar! Dankemungkinan,ada kehidupan lain disana!
Jadi kamu tahu mengapa tidak memungkinkan bagi kita untuk memperoleh gambaran tentang ukuran alam semesta. Kadang-kadang para ilmuwan berpendapat bahwa alam semesta ini makin lama makin bekembang. Ini berarti bahwa setiap beberapa miliar tahun, dua buah galaksi masing-masing akan menjadi dua kali lebih besar dari ukuran sebenarnya!

Read more...

René Descartes

>> 4.13.2006

DARI www.wikipedia.com (GIRI EMANG KEREN........)

René Descartes (La Haye, Perancis, 31 Maret 1596 – Stockholm, Swedia, 11 Februari 1650), juga dikenal sebagai Cartesius, merupakan seorang filsuf dan matematikawan Perancis. Karyanya yang terpenting ialah Discours de la méthode (1637).
Descartes, kadang dipanggil "Penemu Filsafat Modern" dan "Bapak Matematika Modern", adalah salah satu pemikir paling penting dan berpengaruh dalam sejarah barat modern. Dia menginspirasi generasi filsuf kontemporer dan setelahnya, membawa mereka untuk membentuk apa yang sekarang kita kenal sebagai rasionalisme kontinental, sebuah posisi filosofikal pada Eropa abad ke-17 dan 18.
Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir.

Dalam bahasa Latin kalimat ini adalah: cogito ergo sum sedangkan dalam bahasa Perancis adalah: Je pense donc je suis. Keduanya artinya adalah:
"Aku berpikir maka aku ada". (Ing: I think, therefore I am)
Meski paling dikenal karena karya-karya filosofinya, dia juga telah terkenal sebagai pencipta sistem koordinat Cartesian, yang mempengaruhi perkembangan kalkulus modern.

Read more...

Christian Huygens

DARI www.wikipedia.com (GIRI YANG NERJEMAHINNYA LOH!)

Christiaan Huygens (14 April 1629–8 Juli 1695), merupakan ahli matematika Belanda dan ahli fisika; lahir di Den Haag sebagai anak dari Constantijn Huygens. Ahli sejarah umumnya mengaitkan Huygens dengan revolusi ilmiah.
Pada tahun 1690 beliau mengemukakan teori bahwa wujud gelombang cahaya yang berjalan dlaam medium sebagai bentuk sferis. Teori ini menjelaskan mengapa cahaya setelah melewati celah sempit cahaya akan melabar sepanjang garis lurus.
Christiaan umumnya menerima penghargaan minor atas perannya dalam perkembangan kalkulus modern. Ia juga mendapatkan peringatan atas argumennya bahwa cahaya terdiri dari gelombang. Tahun 1655, ia menemukan bulan Saturnus, Titan. Beliau juga mempelajari cincin planet saturnus, dan di tahun 1656 beliau menerangkan cincin ini terdiri dari bebatuan, pada tahun yang sama, dia mengobservasi Nebula Orion. Menggunakan telescope modernnya, beliau suskes di pembagian nebula untuk menjadi bintang yang berbeda. Interior terbesar di Beruang Nebula Orion bernama Region Huygens dinamai atas jasanya. Ebliau juga mengungkap beberapa Nebula Interstellar dan beberapa Bintang Ganda.
Setelah Blaise Pascal mendorongnya untuk berbuat sama, Huygens menulis buku pertamanya untuk teori probabilita, yang beliau publikasikan tahun 1657.Dia juga bekerja di konstruksi jam akurat, sangat cocok untuk arah laut. Pada tahun 1658 dia mempubllikasikan buku yang bertopik Horologium . Pada kenyataanya di penemuannya, Jam Pendulum (dipatenkan 1656), adalah penerobosan baru dalam waktu.
Pada tahun 1675, Christian Huygens mematenkan jam kantong. Beliau juga menciptakan alat-alat yang berhubungan dengan angka, termasuk 31 tombol pada oktaf instrumen keyboard yang diolah menggunakan hasil penelitiannya tentang 31 watak tabiat sama.
Huygens kembali ke Den Haag pada tahun 1681 setelah menderita penyakit yang serius dan meninggal disana 14 tahun kemudian pada 8 Juli 1695.

Read more...

Wilebord Snell

KEpada teman-temanku yang susyahmencari tentang Snellius, silahkan copy aja...... gratis kok.... eh, kalau mau bayar kontan juga boleh...(^0^)

Wilebrord Snell (namanya keren ya?) (1580- 30 october 1626 ) juga dikenal dengan sebutan Snell van Royen atau Snellius. Dia merupakan seorang ahli astronomi dan matematika Belanda, beliau sangat terkanal dengan hukum pembiasan yang dikenal Hukum Snellius
Snell lahir di leiden, pada tahun 1613 dia meneruskan ayahnya Rudolph Snell (1546-1613) sebagai professor matematika di universitas leiden. Pada tahun 1615 dia merencanakan dan mempraktekkan metode baru untuk menghitung radius bumi, dengan menentukan jarak dai satu titik pada permukaan bumi dari garis lintang parallel dari yang lain, dengan triangulasi. Hasil kerjanya disebut Eratosthenes BatavusErastotenes Belanda”, di publikasikan di 1617, menerangkan metode dan memberikan hasil perhitungan antara Alkamaar dan Bergen op Zoom --- dua kotayang dipisahkan oleh satu derajat meridian, yang beliau ukur dan hitung menjadi 117,449 yard (107.395 km). jarak sebenarnya adalah 111 km. Snellius juga matematikawan terkenal, mengolah metode baru mencari π . Beliau juga mengungkap hukum pembiasan yab\ng dinamai olehnya pada tahun 1621. Kawah bulan Snellius (Lunar Crater Snellius) juga dinamai olehnya
Karakteristik Kawah Snellius
Kooridnat
29.3° S 55.7° E

Diameter
83 km
Kedalaman
3.5 km
Letak
304° at sunrise
Penemu
Willebrord Snell


Kawah ini terletak di bagaian tenggara bulan, muncul dengan bentuk Oval, meskipun ini sebenarnya mendekati bulat. Di timur laut terdapat Kawah Besar Patavius. Di selatan dari kawah Snellius terdapat Ka¬wah Stevinus.
mau cari lebih lengkappppp..????? cari di www.wikipedia.com keren deh!

Read more...

為甚麼替逝去的苦惱日記

為甚麼替逝去的苦惱日記 apa ya maksudnya? aku mah cyma ngecopy aja sory... iseng....

Eh bener loh... siapa yang tahu artinya tolong taruh di COMMENT ya! ya.... yang jelas harus pake bahasa INDONESIA, jangan bahasa kini kono..., en tolong sekalian tulisisn nama e-mail ama url kalo ada

oh ya, satu pertanyaan lagi, tulisan itu bahasa apa ya?

Read more...

SEAL ONLINE


Nggak pernah nyangka ada game sekeren en secanggih ini, wuih, pokoke, game online yang nggak ada matinya deh!
Aku dapat cd lewat SMS, aku udah nunggu nih game dari tahun 2005, pas ngeliat daftar orang-orang yang mendistribusikan game ini secara gratis.... langsung deh tak caplok pake handphone, tik-tik-tik, sms, bergelayutan(kayak monyet..) wah! ternyata ditanggapi!
Aku jadi Magician, jadi terkenang masa-masa dulu, mengejar-ngejar piya untuk mencari exp yang tinggi, duh..... indahnya....
Eh, pacaran, bisa loh! wah... emang...ada seal...ada cinta!
Waktu aku lagi beli sesuatu, tiba tiba ada tulisan "20 s"
1K ITU 1000 CEGEL
1S ITU 1000000 CEGEL
KATA MEREKA SIH..... BENER ATO NGGAK AKU NGGAK TAU....
mau tahu lebih lengkap? silahkan kunjungi www.sealindo.com

Read more...

Dear Pembaca yang Animan

HI^.^
HALO^,~

Kenapa Animan? karena BUDIman udah kuno karena pacar BUDI adalah ANI maka ANI menggeser BUDI jadi ANIMAN

INILAH KAMI
KAMI 2 manusia paling keren, hebat, cool, ajaib, wonderful, fantastis, fantastic, dan lain lain...

yang paling kiri namanya GIRI
yang plaing kanan namanya DITA

GIRI--> aku suka banget dengan bakso
DITA--> aku suka banget yang disukai ama diriku

OH GOD! your smile as bright as porcelain in the toilet!
udah dulu ya!
ASsalamualaikum WR.WB

poster(hek? pembuat post nya kali ye???) GIRI

Read more...

Picture

Picture

About This Blog

  © Blogger template Simple n' Sweet by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP